Kasmaran Belajar

Kasmaran Belajar

Senin, 13 Februari 2017 | 23:53:02 WIB Diposting oleh : Administrator | Dibaca: 4060 kali


Menulis ternyata menjadi hiburan mengasyikkan ketika menunggu. Padatnya klinik memaksa waktu menunggu menjadi lebih panjang. Sembari menunggu mata saya jelalatan menikmati wajah-wajah cantik disekitar saya. Dengan tampilan yang wah orang-orang metropolis ini menunjukkan keberadaannya yang "lebih" dibanding sekitarnya. Dan pikiranku melayang untuk mengeksplor keisengan saya menerka apakah tampilan berkorelasi positif dengan karakternya. Mari kita telaah bersama. Suatu malam sekelompok pencuri menyatroni toko emas. Mereka tidak mencuri apapun hanya menukar-nukar label harga. Esoknya perhiasan yang sangat mahal dijual dengan harga obral dan sebaliknya perhiasan murahan dijual dengan harga selangit. Masyarakat sekarang cenderung mengacaukan harga dengan nilai. Orang dihargai dengan penampilan mereka bukan karakternya. Orang dianggap terpandang jika ditubuhnya tertempel beraneka perhiasan, tidak peduli apakah halal atau tidak mendapatkannya. Berkaca dengan kelas-kelas di sekolah, harga dan nilai kadang dikaburkan. Mengejar nilai raport yang bagus kadang menyingkirkan proses baik dalam mendapatkannya. Ini juga didukung oleh ambisi orang tua agar anaknya "dilihat" oleh orang tua lain. Padahal sebetulnya nilai jauh lebih penting dari harga. Saya sering menekankan pada siswa bahwa janganlah belajar karena ingin raportnya bagus. Saya lebih senang bila siswa belajar karena kasmaran dengan belajar. Kalau dia kasmaran belajar maka mereka akan menikmati betul proses pembelajaran. Kelas dan rumah menjadi panggung dia menikmati belajar. Guru dan orang tua menjadi penonton yang aktif untuk memberi tepuk tangan. (Ardan Sirodjuddin)